TIMIKA – jurnalpapua.id
Sampai hari ini Indonesia masih mengalami situasi dimana masih ada kesenjangan antara angka kebutuhan dan ketersediaan darah secara nasional. Berdasarkan data Laporan Tahunan Unit Donor Darah PMI Pusat tahun 2022, terlihat bahwa kebutuhan darah pada tahun 2022 adalah 5.515.476 kantong darah. Sedangkan darah yang bisa dikumpulkan dari pendonor sukarela adalah sebanyak 3.796.698 kantong. Data tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2022 Indonesia kekurangan 1.718.778 kantong darah. Tidak tercukupinya kebutuhan darah tentu menimbulkan dampak adanya pasien-pasien yang membutuhkan darah menjadi tidak terselamatkan nyawanya.
Kurangnya persediaan darah bisa memicu beberapa masalah kesehatan masyarakat. Salah satu contohnya adalah berdasarkan data Badan Pusat Statistik angka kematian ibu di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 207 per 100.000 kelahiran hidup, melebihi target rencana strategis sebesar 190 per 100.000 kelahiran hidup. Sebagian besar ibu melahirkan yang mengalami perdarahan tidak terselamatkan nyawanya karena tidak tersedianya darah yang siap untuk ditransfusikan kepadanya.
Indonesia sebagai negara dengan filosofi hidup Pancasila menyatakan diri sebagai negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa dan Berkemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Kedua sila pertama dari Pancasila ini secara jelas menunjukkan bahwa bagi bangsa Indonesia hubungan vertikal kepada Tuhan dan hubungan horizontal kepada sesama manusia adalah hal yang sangat penting. Dalam agama Islam prinsip ini disebut Hablunn Minnallah dan Hablunn Minannas. Sedangkan dalam Kristen dan Katolik hal ini adalah hukum terbesar yang diajarkan oleh Kristus, yakni Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati dan Kasihilah Sesamamu Manusia seperti dirimu sendiri. Dalam Buddhis, cinta kasih ini disebut dengan metta yang diberikan makna cinta kasih yang tanpa batas. Dhamma ajaran Buddha dibabarkan kepada semua makhluk demi kebahagiaan. Sedangkan dalam agama Hindu konsep Tri Hita Karana mengajarkan bahwa ajaran cinta kasih dapat diwujud-nyatakan dalam interaksi sosial religius yaitu antara sesama manusia (pawongan), antara manusia dengan alam lingkungan (palemahan), dan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (parahyangan).
Kehadiran agama-agama yang inti ajarannya adalah tentang kasih dan kebaikan, seharusnya bisa menjadi energi positif yang mendorong dan menggerakkan pemeluknya untuk terlibat aktif dalam memberikan solusi bagi masalah kebutuhan darah ini. Para pemimpin agama diharapkan mampu memotivasi atau mengajarkan kepada umat bahwa mendonasikan sebagian kecil darah kita bagi sesama yang sedang menderita sakit dan terancam kehilangan nyawa, adalah sebuah aksi mulia yang tak ternilai harganya. Memberikan darah sama dengan memberikan kehidupan, ini adalah pemberian yang tak bisa dinilai dengan materi atau uang sebesar apapun, karena Anda sedang dalam upaya menyelamatkan kehidupan.
Sebagai respon terhadap permasalahan kebutuhan darah dan bahwa agama bisa berperan aktif dalam memberikan jawaban bagi permasalahan ini, maka Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) sebagai sebuah program studi yang didirikan oleh tiga universitas yakni Universitas Gadjah Mada, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan Universitas Kristen Duta Wacana berinisiatif untuk melakukan program Pengabdian Kepada Masyarakat dalam wujud kegiatan donor darah yang melibatkan umat dari berbagai agama. Kegiatan bertema “Dengan Donor Darah Kita Rekatkan Persaudaraan Antar Iman” ini dilaksanakan pada hari Jumat, 15 Desember 2023 bertempat di Aula PMI Gunung Kidul. Kegiatan ini berlangsung dengan baik karena adanya dukungan tenaga teknis dari Unit Donor Darah PMI Kabupaten Gunung Kidul, serta karena mobilisasi peserta dari berbagai latar belakang agama yang dilakukan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Gunung Kidul.
Kegiatan donor darah lintas iman ini diawali dengan sambutan dari Wakil Ketua FKUB Gunung Kidul H. Ngatemin. Ia menyampaikan bahwa kegiatan donor darah adalah suatu tindakan kemanusiaan yang bisa mempersatukan umat manusia tanpa membeda-bedakan latar belakang agamanya.
Selanjutnya Kepala UDD PMI Gunung Kidul, dr. Triyani Heny Astuti menyampaikan bahwa pihak PMI Gunung Kidul sudah berupaya untuk melibatkan umat beragama di wilayah Gunung Kidul sebagai cara untuk mencukupi kebutuhan darah disana.
Menurutnya respon umat beragama sudah sangat baik, hanya perlu lebih ditingkatkan angka partisipasinya, khususnya dalam situasi-situasi khusus seperti saat bulan puasa Ramadhan, dimana selalu terjadi penurunan angka pendonor darah dibandingkan hari-hari biasa.
Sambutan terakhir diberikan oleh Dr. Leo Epafras dari program studi ICRS yang menegaskan bahwa agama sebagai tuntunan hidup harus mampu mengambil peran lebih aktif dalam melihat permasalahan kekurangan persediaan darah ini. Para pemimpin agama diharapkan mampu menempatkan masalah ini dalam perspektif yang sesuai dengan ajaran masing-masing agama dan menyampaikannya secara konsisten untuk menumbuhkan budaya kepedulian sosial dalam diri setiap pemeluk agama.
Dalam waktu 2 jam kegiatan donor darah lintas iman ini berhasil mendapatkan 14 kantung darah dari 25 peserta yang hadir. Beberapa peserta tidak berhasil mendonorkan darah oleh karena beberapa alasan kesehatan, seperti kadar hemoglobin yang terlalu rendah atau terlalu tinggi, tekanan darah yang tidak sesuai standar, atau sedang mengkonsumsi obat-obatan.
Menurut Dokter Triyani Heny Astuti, bisa memperoleh 14 kantung darah dalam waktu 2 jam adalah hal yang sangat baik, dan ia sangat mengapresiasi pelaksanaan kegiatan ini dan mengharapkan bahwa ini bisa menjadi kegiatan yang secara rutin dilaksanakan, dan bisa dilakukan juga di wilayah-wilayah lainnya di Yogyakarta. (Johanes Koraag)